[Art 1]Menurut Kahlil Gibran: “Your children are not your children [Art 2] Pesan Kepada Anak Lanang

1883-1931
Art 1 *Menurut Kahlil Gibran: “Your children are not your children.*
They are sons and daughters of Life's longing for itself.
They come through you but not from you.
And though they are with you yet they belong not to you.

You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts.
You may house their bodies but not their souls,
For thir souls dwell in the house of tomorrow, which you cannot visit, not even in your dreams.
You may strive to be like them, but seek not to make them like you.
For life goes not backward nor tarries with yesterday.
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth.
The archer sees the make upon the path of the infinite, and He bends you with His might that His arrows may go swift and far.
Let your bending in the archer's hand be for gladness.
For even as He loves the arrow that flies, so He also loves the bow that is stable.”

Art 2 *Pesan Kepada Anak Lanang*

Yusuf Anakku Lanang
Oleh: Wahyu I Widodo
Dengarlah baik baik, duduk sini dekat bapak sabar mendengar.

Waktu berlari demikian cepat, berkejaran dengan usia bapakmu yang semakin merambat, tua,  rapuh dan berkarat.

Lihatlah kini, kau makin tumbuh besar dan kuat, laksana karang  kokoh dan menjulang, alun dan ombak diterjang, bahkan anginpun  dihadang.

Langkahmu tegak, lambaianmu mantap berisi, gerakanmu gesit dan serasi, rona wajah cerah berseri seakan tak ada masalah yang tak teratasi.

Asa  membawaku untuk ingin selalu menikmati lagi masa, dimana kemungilan, kelucuan dan kegemasan dalam tingkah polah keseharian, wajar  meluncur  tanpa polesan.

Seringkali bahkan tiap kali aku pandang wajahmu lekat-lekat seperti takjub tanpa berkesudahan, ajaib, kau tumbuh bagaikan di sulap, kau membesar seperti cepatnya waktu melipat sang gelap.

Tanpa disadari seringkali gumam sesak penyesalan terucap, aku menisbikan kehadiranku untuk mengercap, akan hari ke hari tumbuh kembangmu, sedang sang waktu telah tega untuk semakin merenggangkan masa lalu. 

Dan diriku sadar betul akan ungkapan bahwa bila kau ingin selalu dalam kenangan anak dengan abadi, maka kau harus menghabiskan waktu bersama mereka hari ini, bukan besok besok atau lusa nanti.

*Yusuf Anakku Jantan*

Diatas buritan kapal aku selalu ingin tahu, menduga duga apakah gerangan yang kau citakan kelak? Adakah cita cita menjadi seorang astronaut, agar bisa menggapai kerjapan bermilyar bintang di angkasa masih terpatri rekat bertaut?

Gapai dan rengkuhlah cita cita  setinggi apapun anakku, bapak akan selalu mendukungmu. Bapak akan selalu berusaha mengawalmu, hingga tulang punggung ini membungkuk lelah, sampai dengan badan ini membujur ke utara berkalang tanah.

Kau tidak boleh lemah, karena hidup di jaman sekarang yang semakin susah, jangan rebah dan jangan sekali kali dalam kamusmu tertulis kata menyerah.

Lihat dan pandanglah dunia anakku, dengan tatapan mata dan hati yang benar benar terbuka, dengan rasa dan asa yang penuh gelora.

Tegakkan sampai tegak benar keadilan,

Tumbuhkan sampai tumbuh benar kebenaran,

Suburkan sampai subur benar kejujuran,

Hidupkan sampai hidup benar sebuah keyakinan.

Salahkan yang salah, benarkan yang benar, jangan pandang siapa, beranilah kau anakku.

*Yusuf buah hati kebanggaanku*

Keberanian itu adalah kesadaran, karena di dalam keberanian kau harus sadar akan resiko yang di tanggung dalam setiap mengambil keputusan.

Keberanian itu adalah keyakinan, karena dalam keberanian kau harus yakin benar bahwa benar adalah benar dan salah adalah salah.

Keberanian itu adalah kekuatan, karena dalam keberanian itu mengandung kekuatan, kau harus bisa menempatkan kekuatanmu secara arif dan menyalurkan secara bijaksana, jangan kau umbar kekuatanmu untuk sia sia.

Keberanian itu adalah kebulatan, karena dalam keberanian itu kau harus bisa membulatkan tekat untuk bisa mewujudkan cita cita. Berusaha dan terus berusaha, beriktiar dan berdoalah selalu. Man jadda wajada

*Yusuf matahariku*
Untuk kesekian kali bapak berharap agar kau tidak menapak tilasi jejak bapakmu, karena sampai dengan hari  ini bapakmu masih menjadi pengecut untuk tidak berani menyabung nasib di kampung halaman. Mungkin yang kau harus lihat adalah keberanian untuk melakukan pengorbanan, pergi membelah lautan,  demi segenggam harapan.

Sementara itu disini, diantara debur ombak semenanjung  Yucatan ini, disela sepinya deretan sekoci,  biarlah aku mengurai satu satu persatu, apa yang telah dan yang akan kulakukan terbaik untukmu sambil menyeduh perlahan puisi dari sang Gibran.

*Puisi Anak by Kahlil Gibran*

Anakmu bukanlah milikmu,

*mereka adalah putra putri sang Hidup*,

yang rindu akan dirinya sendiri.

*Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau*,

mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.

Berikanlah mereka kasih sayangmu,

namun jangan sodorkan pemikiranmu,

*sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.*

Patut kau berikan rumah bagi raganya,

namun tidak bagi jiwanya, sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam mimpimu.

*Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,*

namun jangan membuat mereka menyerupaimu, sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur, ataupun tenggelam ke masa lampau.

Engkaulah busur asal anakmu, anak panah hidup, melesat pergi.

Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,

Dia merentangkanmu dengan kuasaNya, hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.

*Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah*,

sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,

*sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.*

By: Wahyu I Widodo, Yucatán Península, 28-nov-12

أحدث أقدم