*FITNAH ITU*
Seorang pemuda datang meminta maaf kepada seorang ustadz yang telah difitnahnya.
Mendengar itu Sang ustadz hanya tersenyum sambil bertanya,
_“Apa kamu serius?”_
_“Saya serius, ustadz."_ jawab pemuda itu.
Ustadz terdiam sejenak, Lalu bertanya,
_“Apakah kamu punya sebuah kemoceng ?”_
_“Ya ustadz, saya punya. Apa yang harus saya lakukan dengan kemoceng itu?”_
_“Berjalanlah berkeliling lapangan sambil mencabuti bulu-bulu kemoceng itu. Setiap kali kamu mencabut sehelai bulu, ingat-ingat perkataan burukmu tentang aku, lalu jatuhkan di jalanan yang kamu lalui.”_
Esoknya, si pemuda menemui sang ustadz dengan sebuah kemoceng yang sudah tak memiliki sehelai bulu pun.
_“Ustadz... bulu-bulu kemoceng ini sudah saya jatuhkan satu per satu sepanjang perjalanan. Saya berjalan lebih dari tiga kilo sambil mengingat semua perkataan buruk saya tentang ustadz._
_Maafkan saya, ustadz....”_
Sang ustadz terdiam sejenak, lalu berkata,
_“Kini pulanglah dengan kembali berjalan kaki dan menempuh jalan yang tadi kamu lalui._
_Di sepanjang jalan kepulanganmu, pungutlah kembali bulu-bulu kemoceng yang tadi kau cabuti satu per satu._
_Esok hari, laporkan kepadaku berapa banyak bulu yang bisa kamu kumpulkan.”_
Sepanjang perjalanan pulang, pemuda itu berusaha menemukan bulu-bulu kemoceng yang tadi dilepaskan di sepanjang jalan.
Hari yang terik.
Perjalanan yang melelahkan.
Betapa sulit menemukan bulu-bulu itu.
Bulu-bulu itu tentu saja telah tertiup angin, atau menempel di bangunan-bangunan
Atau tersapu ke tempat yang kini tak mungkin ia ketahui.
Pemuda itu terus berjalan berjam-jam, dengan pakaian yang dibasahi keringat.
Nafasnya terasa berat.
Tenggorokannya kering.
Hanya lima helai bulu kemoceng yang berhasil ditemukan di sepanjang perjalanan.
Hari berikutnya, pemuda itu menemui Sang ustadz dengan wajah yang murung.
_"Ustadz, hanya ini yang berhasil saya temukan.”_
Disodorkannya lima bulu kemoceng ke hadapan sang ustadz.
_"Kini kamu telah belajar sesuatu,”_ kata sang ustadz
_“Apa yang telah aku pelajari, ustadz...?”_
_“Tentang fitnah-fitnah itu,”_ jawab Sang ustadz.
_“Bulu-bulu yang kamu cabuti dan kamu jatuhkan sepanjang perjalanan adalah fitnah-fitnah yang kamu sebarkan._
_Mereka dibawa angin ke mana saja, ke berbagai tempat yang tak bisa kamu duga._
_Itu telah menjadi dosa yang terus beranak-pinak tak ada ujungnya_
_Meskipun aku atau siapa pun saja yang kamu fitnah telah memaafkanmu sepenuh hati, fitnah-fitnah itu terus mengalir hingga kau tak bisa membayangkan ujung dari semuanya._
_Bahkan meskipun kau telah meninggal dunia, fitnah-fitnah itu terus hidup karena angin waktu telah membuatnya abadi._
_Maka kamu tak bisa menghitung lagi berapa banyak fitnah-fitnah itu telah memberatkan timbangan keburukanmu kelak._
_Jika kamu tahu tentang amal jariyah, yang pahalanya terus mengalir walaupun yang beramal sudah meninggal dunia._
_Dalam hal fitnah juga berlaku dosa jariyah, yang dosanya terus mengalir walaupun yang memfitnah sudah meninggal dunia._
_Itulah sebabnya kenapa_
_"FITNAH ITU LEBIH KEJAM DARI PEMBUNUHAN."_
Pemuda itu terkejut luar biasa, kemudian menangis tersedu-sedu.
_"Maafkan dan ampuni saya, ustadz..."_
_"Bertaubatlah dan mintalah ampun pada Allah. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosamu, ya..."_
Jawab sang ustadz dengan bijak.
*******
Semoga Allah SWT senantiasa melindungi serta menyelamatkan kita dan keluarga kita dari segala bentuk fitnah dan memfitnah.
Aamiin 🤲
NASIHAT.IniOK.com